Namun melihat perkembangan ilmu teknologi di Indonesia sekarang, prospek
ilmu teknologi dirasa memang masih sangat rendah. Sehingga Indonesia, bisa
dikatakan masih tertinggal dari Negara lain. Indikator-indikator yang
menunjukkan ketertinggalan perkembangan teknologi di Indonesia adalah
kontribusi pemerintah Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi masih
sangat kurang, sinergi kebijakan pemerintah dengan masyarakat di bidang
teknologi masih lemah, dan jumlah ilmuwan teknologi yang mumpuni di
indonesia masih sedikit, serta minimnya anggaran pemerintah untuk teknologi dan
riset.
Kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang sektor produksi di
Indonesia bisa dibilang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya
efisiensi, rendahnya produktivitas, dan minimnya kandungan teknologi dalam
barang ekspor. Sekarang ini, di Indonesia terjadi penurunan produk ekspor,
karena bahan ekspor Indonesia didominasi oleh bahan mentah atau komoditas.
Bila kinerja ekspor terus mengalamami penurunan, defisit neraca
perdagangan pun akan terus terjadi. Sehingga secara otomatis bisa menimbulkan
banyak problem, misalnya ke pelemahan rupiah, kalau lemah berarti
suku bunga naik, jadinya tidak efisien karena biaya semakin tinggi. Maka dari
itu, problem tersebut harus diatasi dengan kenaikan ekspor sekaligus
pengendalian impor. Dengan banyaknya impor bahan baku, maka perlu benar-benar
ditentukan antara mana bahan baku yang bisa disubstitusi di dalam negeri
dan mana yang harus diimpor.
Terkait banyaknya pakar ilmu teknologi yang ada di indonesia, dirasa
masih sangat minim. Menurut penelitian menteri dan kepala badan perencanaan
pembangunan nasional, rasio ilmuan atau peneliti di Indonesia hanya berjumlah
205 orang per satu juta penduduk. Sedangkan di Korea Selatan mencapai 4.627
ilmuan, di Jepang sebanyak 5.573 ilmuan dan Singapura 6.088 ilmuan. Melihat
realita tersebut, maka pemerintah harus mengupayakan deangan semaksimal
mungkin.
Salah satu penyebab rendahnya tingkat kemajuan teknologi di Indonesia
adalah karena minimnya anggaran pemerintah untuk riset. Meskipun pada tahun
2010 pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sejumlah 1,9 triliun rupiah
(sekitar $205 juta) untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ternyata dana ini hanya 0,85 dari pendapatan domestik bruto (pdb)
per tahun. Jika dibandingkan dengan dana riset di Cina yang berjumlah 2% dari
pdb, Jepang yang berjumlah 3,4% dari pbd, dan Korea Selatan 4,04% dari pdb,
maka bisa disimpulkan bahwa negara Indonesia cukup tertinggal jauh.
Berdasarkan data united nation for development program (undp)
tahun 2013, indeks pencapaian teknologi Indonesia berada diurutan ke-60 dari 72
negara. Maka dari itu, sebagai Negara berkembang, Indonesia harus berupaya
semaksimal mungkin untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Pertama,
pemerintah harusnya memberdayakan masyarakat Indonesia yang menguasai di bidang
pengetahuan dan teknologi supaya dapat mengakomodir industri-industri bumi
pertiwi.
Di samping itu, pemerintah harus mengakomodir pemuda-pemuda lulusan
universitas yang ada di Indonesia, khususnya universitas yang berbasis
teknologi harus bisa mengembangkan dan mengaplikasikan keahliannya, sehingga
generasi pakar teknologi di Indonesia semakin banyak. Selain itu, Indonesia
tidak perlu lagi mengimpor produk dari luar negeri. Dengan begitu, Indonesia
tidak lagi mendapat julukan “konsumen terbaik” dikarenakan adanya
produktivitas dalam negeri sangat rendah. Karena pada realitanya,
teknologi-teknologi canggih seperti alat-alat kesehatan dan transportasi yang
ada masih menggunakan produk dari luar, sedangkan Indonesia belum bisa
memproduksinya sendiri.
Kedua, pemerintah harus memberikan perhatian pada industri rumahan atau
UMKM agar produknya bisa diekspor ke luar negri. Sebab, dengan adanya UMKM
masyarakat bisa mandiri tanpa takut mengharapkan pekerjaan dari luar. Bahkan,
dapat memberikan peluang pekerjaan pada orang lain yang membutuhkan pekerjaan.
Misalnya saja, pemerintah bisa dengan cara mengadakan suatu acara (event)
internasional yang membahas mengenai identitas nasional masing-masing negara.
Dengan begitu, industri rumahan atau UMKM bisa meluas ke negara-negara luar.
Dengan demikian, perlu kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat untuk
mengentaskan kemiskinan Indonesia dengan memperdayakan kearifan lokal tanpa
tertinggal perkembangan zaman. Sudah saatnya Indonesia menjadi kiblat bagi
negara-negara yang lain, terutama di bidang pemberdayaan sumber daya alam. Wallahu
a’lam bi al-shawab
Sumber: Baladena.id
0 Komentar