Header Ads Widget

Obsesi UMKM Go Internasional

Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari di jaman modern ini. Maka, secara tidak langsung Indonesia juga terlibat dalam perubahan-perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bangsa Indonesia harus bisa menyikapinya dengan bijak. Hal demikian seperti yang diungkapkan oleh Arum Faizah Sabila dalam bukunya Arus Metamorfosa Millenial, bahwa “masyarakat yang tidak bisa merespon perkembangan teknologi secara bijak dan kreatif, maka mereka pun akan jauh tertinggal”.

Namun melihat perkembangan ilmu teknologi di Indonesia sekarang, prospek ilmu teknologi dirasa memang masih sangat rendah. Sehingga Indonesia, bisa dikatakan masih tertinggal dari Negara lain. Indikator-indikator yang menunjukkan ketertinggalan perkembangan teknologi di Indonesia adalah kontribusi pemerintah Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi masih sangat kurang, sinergi kebijakan pemerintah dengan masyarakat di bidang teknologi  masih lemah,  dan jumlah ilmuwan teknologi yang mumpuni di indonesia masih sedikit, serta minimnya anggaran pemerintah untuk teknologi dan riset.

Kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang sektor produksi di Indonesia bisa dibilang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya efisiensi, rendahnya produktivitas, dan minimnya kandungan teknologi dalam barang ekspor. Sekarang ini, di Indonesia terjadi penurunan produk ekspor, karena bahan ekspor Indonesia didominasi oleh bahan mentah atau komoditas.

Bila kinerja ekspor terus mengalamami penurunan, defisit neraca perdagangan pun akan terus terjadi. Sehingga secara otomatis bisa menimbulkan banyak problem, misalnya ke pelemahan rupiah, kalau lemah berarti suku bunga naik, jadinya tidak efisien karena biaya semakin tinggi. Maka dari itu, problem tersebut harus diatasi dengan kenaikan ekspor sekaligus pengendalian impor. Dengan banyaknya impor bahan baku, maka perlu benar-benar ditentukan antara mana bahan baku yang bisa disubstitusi  di dalam negeri dan mana yang harus diimpor.

Terkait banyaknya pakar ilmu teknologi yang ada di indonesia, dirasa masih sangat minim. Menurut penelitian menteri dan kepala badan perencanaan pembangunan nasional, rasio ilmuan atau peneliti di Indonesia hanya berjumlah 205 orang per satu juta penduduk. Sedangkan di Korea Selatan mencapai 4.627 ilmuan, di Jepang sebanyak 5.573 ilmuan dan Singapura 6.088 ilmuan. Melihat realita tersebut, maka pemerintah harus mengupayakan deangan semaksimal mungkin.

Salah satu penyebab rendahnya tingkat kemajuan teknologi di Indonesia adalah karena minimnya anggaran pemerintah untuk riset. Meskipun pada tahun 2010 pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sejumlah 1,9 triliun rupiah (sekitar $205 juta) untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata dana ini hanya 0,85 dari pendapatan domestik bruto (pdb) per tahun. Jika dibandingkan dengan dana riset di Cina yang berjumlah 2% dari pdb, Jepang yang berjumlah 3,4% dari pbd, dan Korea Selatan 4,04% dari pdb, maka bisa disimpulkan bahwa negara Indonesia cukup tertinggal jauh.

Berdasarkan data united nation for development program (undp) tahun 2013, indeks pencapaian teknologi Indonesia berada diurutan ke-60 dari 72 negara. Maka dari itu, sebagai Negara berkembang, Indonesia harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Pertama, pemerintah harusnya memberdayakan masyarakat Indonesia yang menguasai di bidang pengetahuan dan teknologi supaya dapat mengakomodir industri-industri bumi pertiwi.

Di samping itu, pemerintah harus mengakomodir pemuda-pemuda lulusan universitas yang ada di Indonesia, khususnya universitas yang berbasis teknologi harus bisa mengembangkan dan mengaplikasikan keahliannya, sehingga generasi pakar teknologi di Indonesia semakin banyak. Selain itu, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor produk dari luar negeri. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi  mendapat julukan “konsumen terbaik” dikarenakan adanya produktivitas dalam negeri sangat rendah. Karena pada realitanya, teknologi-teknologi canggih seperti alat-alat kesehatan dan transportasi yang ada masih menggunakan produk dari luar, sedangkan Indonesia belum bisa memproduksinya sendiri.

Kedua, pemerintah harus memberikan perhatian pada industri rumahan atau UMKM agar produknya bisa diekspor ke luar negri. Sebab, dengan adanya UMKM masyarakat bisa mandiri tanpa takut mengharapkan pekerjaan dari luar. Bahkan, dapat memberikan peluang pekerjaan pada orang lain yang membutuhkan pekerjaan. Misalnya saja, pemerintah bisa dengan cara mengadakan suatu acara (event) internasional yang membahas mengenai identitas nasional masing-masing negara. Dengan begitu, industri rumahan atau UMKM bisa meluas ke negara-negara luar.

Dengan demikian, perlu kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan Indonesia dengan memperdayakan kearifan lokal tanpa tertinggal perkembangan zaman. Sudah saatnya Indonesia menjadi kiblat bagi negara-negara yang lain, terutama di bidang pemberdayaan sumber daya alam. Wallahu a’lam bi al-shawab

  Sumber: Baladena.id

Posting Komentar

0 Komentar