Gaya hidup
orang Barat seringkali menjadi trend dan diikuti oleh kebanyakan orang di
dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Lewat globalisasi, proyek westernisasi digaungkan melalui teknologi informasi
yang dikuasai mereka. Oleh karena itu, kajian dunia Barat beserta
gagasan-gagasanya perlu diadakan secara obyektif, demikian halnya dengan
beberapa gagasan ajaran-ajaran dalam sejarah keagamaannya sendiri.
Hal ini
seperti yang telah dikatakan oleh Fazlur Rahman dalam buku yang berjudul
“Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur Rahman” yang disunting oleh
Taufik Adnan Amal, bahwa neomodernisme harus mengembangkan sikap kritis
terhadap Barat maupun terhadap warisan-warisan kesejahteraannya sendiri.
Sudah
selayaknya pemikiran Islam dilibatkan dalam dunia modern, terlebih karena pamah
Islam tradisionalisme yang sangat selektif terhadap ajaran-ajaran Islam yang
baru. Begitu juga dengan neomodernisme yang berpendapat bahwa Islam harus
dilibatkan dalam pergulatan modernisme. Akan tetapi, neomodernisme menjadi
lebih akomodatif terhadap beberapa ajaran budaya yang bercampur dengan ajaran
Islam, karena neomodernisme itu sendiri memiliki sifat berupa sintesis dari
paham modernisme dan tradisionalisme.
Dari sisi
tersebut terdapat ketimpangan pendapat mengenai neomodernisme, karena
ajaran-ajaran budaya yang bercampur dengan Islam membuat Islam tidak lagi murni
berdasarkan ajaran al-Qur’an. Memang, neomodernisme menyortir pemikiran
Tradisionalisme Islam, akan tetapi hal itu menjadikan neomodernisme terkesan
hanya mencari kemenangan dari perbandingan antara Tradisionalisme dan
Modernisme, sehingga terkadang tidak melihat tujuan utama atau akhir dari
neomodernisme.
Perlu
diketahui, neomodernisme Islam merupakan kelanjutan dari usaha-usaha
pembaharuan yang telah dilakukan oleh kaum modernis sebelumnya yang juga
merupakan kelanjutan diskursus terhadap modernisme Islam. Neomodernisme muncul
untuk membawa inklusivitas dan pluralitas agama, sehingga terhindar dari subyektifitas
agama. Hal tersebut disebabkan eksklusivitas agama Islam yang dibawa oleh
kelompok-kelompok “Islam garis keras” yang sangat ditentang oleh kaum
neomodernis. Dan di sisi lain, neomodernisme ingin membawa wajah Islam yang
ramah dan rasional sebagai respon terhadap wajah Islam yang negatif.
Di antara
tujuan neomodernisme yaitu untuk menawarkan berbagai konsep pemikiran yang baru
dan sebagai jembatan ditengah-tengah arus pemikiran tradisionalisme dan
modernisme Islam. Salah satu konsep pemikiran neomodernisme yang paling
terkenal yaitu liberalisme Islam (Islam Liberal), yakni suatu penafsiran
progresif terhadap Islam yang secara otentik berangkat dari khasanah tradisi
awal Islam untuk berdialog agar dapat menikmati kemajuan dari modernitas. Maka
dari itu, Islam Liberal tidak menjadikan al-Qur’an semata-mata menjadi
landasan, tetapi al-Qur’an harus dikaji terlebih dahulu untuk mencaritahu
maksud dari wahyu Tuhan didalamnya. Karena, secara umum agenda gagasan isu yang
dijalankan oleh Islam liberal tidak jauh dari penolakan terhadap teokrasi
(penyatuan agama dan negara), HAM dan emansipasi wanita, demokrasi, pluralisme
agama Islam, Islam dan modernitas, serta berbagai macam isu kultural serta
modern lainnya.
Neomodernisme
juga menelaah lebih lanjut pemikiran modernisme yang berargumen bahwa manusia
sebagai subyek untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan demi mendapatkan sebuah
kebenaran yang diartikan sebagai sesuatu yang relatif. Dalam hal tersebut
terdapat pengimplikasian dalam pengonstruksian kebenaran, sehingga menyebabkan
ada berbagai macam kebenaran dan tidak ada kebenaran yang mutlak. Akan tetapi,
neomodernisme juga tetap memiliki landasan terhadap modernisme.
Toleransi
beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan beragama untuk
menciptakan persatuan. Selain itu, sikap pluralisme juga tidak kalah
pentingnya. Akan tetapi, konsep pluralisme yang dibawakan oleh neomodernisme
menekankan kepada tidak adanya kebenaran mutlak. Penulis tidak setuju dengan
pemikiran yang satu ini, karena penulis percaya, bahwa dalam agama Islam,
kebenaran dapat dicari didalamnya. Caranya yaitu dengan mencari kembali esensi
murni dari Al-Qur’an dan Hadist karena kebenaran memang ada pada semua agama
secara menyeluruh, tetapi pada akhirnya akan menuju kepada kebenaran yang
tunggal dan absolut.
Bagaimana
mungkin Allah menciptakan dunia ini dan menurunkan agama Islam beserta
firman-firmannya jika tidak terdapat sebuah kebenaran mutlak yang ditujukan
bagi umat manusia. Sedangkan hemat menurut penulis, kebenaran mutlak tidak
didapatkan oleh neomodernisme karena mereka tidak mencari kembali esensi murni
dari Al-Qur’an dan Hadist, serta sibuk mencari jalan tengah dari pergulatan
antara tradisionalisme dan modernisme.
Cara mencari
kembali esensi dari kitab suci tetap bisa menggunakan cara-cara yang akomodatif
dengan perkembangan zaman seperti melibatkan ilmu pengetahuan serta dengan
membuka pintu Ijtihad selebar-lebarnya. Maka dari itu, sikap plural yang harus
dibangun adalah sikap menghargai keyakinan orang lain serta tidak
mengganggunya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
0 Komentar